ABDINEWS SUMUT Ilmuwan politik, Mohammad Noer PhD, mengemukakan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki ‘dua proklamasi’.
Pertama, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 sebagai pernyataan bahwa penjajahan terhadap bangsa Indonesia telah berakhir dan bangsa ini menyatakan kemerdekaannya.
Kedua, Proklamasi Berdirinya NKRI pada 17 Agustus 1950 sebagai pernyataan bubarnya 16 negara bagian, termasuk RI, dan melebur ke dalam negara baru bernama NKRI.
Proklamasi 17 Agustus 1950 tidak dapat disebut sebagai proklamasi kembali kepada RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, karena negara RI 1945 juga telah membubarkan diri.
Dengan demikian, apakah bisa disimpulkan secara logika sejarah, ternyata RI beda dengan NKRI? Mari kita ikuti jalan ceritanya.
*RI Negara Bagian dari RIS*
Pada saat pengakuan kedaulatan RI dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, jumlah negara bagian itu telah berkembang menjadi 16. Negara Bagian RI di Yogyakarta sendiri, saat itu termasuk bagian dari RIS.
Setelah RIS terbentuk, Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Selanjutnya, di Yogyakarta berlangsung serah terima jabatan presiden RI dari Ir Sukarno kepada Pemangku Jabatan Presiden RI Mr Assaat.
Sebagai pemangku jabatan presiden RI, pada hari itu juga Mr. Assaat menyerahkan kedaulatan RI kepada RIS. Dengan demikian, negara RI hasil proklamasi 17 Agustus 1945 telah menjadi bagian dari RIS.
*Semangat Menuju Negara Kesatuan (NKRI)*
Meskipun kedaulatan RI telah diserahkan kepada RIS, semangat perjuangan para pemimpin RI tidaklah pupus.
Pemangku Jabatan Presiden RI Mr Assaat segera membentuk Kabinet dengan menunjuk Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Natsir, dan Dr A. Halim sebagai formatur.
Program pokok kabinet yang kelak dipimpin oleh Dr A. Halim itu ialah: _“Melanjutkan perjuangan untuk membentuk satu negara kesatuan, yang akan meliputi Nusantara sebagai tersebut dalam Proklamasi 17 Agustus 1945.”_
Jalan untuk menuju ke NKRI itu saat itu tiba-tiba terbuka. Beberapa hari setelah RIS terbentuk, pecah demonstrasi dan petisi di Malang (Negara Bagian Jawa Timur), Sukabumi, dan Jakarta (Negara Pasundan), Makassar (Negara Indonesia Timur), dan di Negara Sumatra Timur. Mereka menolak negara federal dan mendukung negara kesatuan.
Merebaknya demonstrasi dan petisi itu menarik perhatian seorang anggota Parlemen RIS, Mohammad Natsir. Natsir selaku ketua Fraksi Masyumi di parlemen berpendapat, meskipun maksud dari demonstrasi itu baik, tapi jika dibiarkan tanpa penyaluran sebagaimana mestinya, dapat mengancam negara baru ini.
Kepada teman-teman seperjuangannya di Yogya, Natsir berdiskusi hingga menjelang Subuh, mengingatkan kembali program Kabinet Halim: program mempersatukan kembali. Salah satu jalannya adalah mengajak negara-negara bagian itu membubarkan diri dengan maksud bersatu.
Untuk itu, Natsir pun pergi menemui para pemimpin fraksi di parlemen. Dia juga pergi berkeliling, melakukan berbagai pertemuan dengan para pemimpin negara bagian di seluruh Indonesia. Akan tetapi, terjadi dua yang berlawanan.
Kubu pertama, para kepala negara bagian RIS tidak dapat menerima gagasan membubarkan negara-negara bagian. Mereka berpendapat, mereka mempunyai status yang sama dengan negara bagian RI di Yogya, dan mereka adalah negara bagian dalam RIS. Menurut Konstitusi, RIS adalah negara federal.
Kubu kedua, pemimpin RI di Yogya. Orang Yogya masih berkeinginan kuat untuk mewujudkan negara RI, sesuai Proklamasi 17 Agustus 1945.
*Mosi Integral M. Natsir*
Setelah dua setengah bulan melakukan lobi, pada 3 April 1950, di Parlemen RIS, Natsir mengajukan mosi integral, yang pada intinya mendesak Pemerintah RIS untuk melakukan _“penyelesaian yang integral dan pragmatis terhadap akibat-akibat perkembangan politik yang sangat cepat jalannya pada waktu yang akhir-akhir ini.”_
Mosi Integral itu ditanda-tangani bersama oleh M Natsir, Soebadio Sastrosatomo, Hamid Algadri, Ir Sukiman, K Werdojo, AM Tambunan, Ngadiman Hardjosubroto, B Sahetapy Engel, Dr Tjokronegoro, Moch Tauchid, Amelz, dan H. Siradjuddin Abbas.
Pemerintah RIS menerima baik mosi integral Natsir. Perdana Menteri RIS, Mohammad Hatta menegaskan, dia akan menjadikan Mosi Integral Natsir sebagai pedoman dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
*Proklamasi Kedua Lahirnya NKRI*
Pada 19 Mei 1950, diadakan pembicaraan antara kubu pendukung Pemerintah RIS (yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur) dengan kubu pendukung negara kesatuan (diwakili oleh negara RI).
Hasil pokok pembicaraan itu ialah dalam waktu sesingkat mungkin akan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara RIS (termasuk negara RI di dalamnya) akan membubarkan diri. Ir Soekarno akan menjadi presiden dari negara baru, negara kesatuan. Mohammad Hatta ditunjuk menjadi wakil presiden.
Pada 15 Agustus 1950, dalam sidang bersama Senat dan Parlemen RIS, Presiden Sukarno membacakan Piagam Pembentukan NKRI. Dan, pada 17 Agustus 1950, Presiden Sukarno mengumumkan lahirnya NKRI.
_*#Ayo Dukung Politisi yang Melawan Kezaliman dan Menegakkan Keadilan.*_