ABDISUARA Praktisi Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang juga ketua DPW AGPAII Sumatera Utara menyampaikan keresahan, dan banyak pertanyaan dari anggotanya, mengapa buku PAI pada SMA SMK Kurikulum Merdeka belajar kelas XII ilustrasinya menggambarkan wanita tidak menutup aurat, ada dominasi simbol-simbol agama lain, dan gambar-gambar rumah ibadah lain lebih dominan, ada ilustrasi gambar binatang yang diasosiasikan seperti binatan anjing yang diharamkan dagingnya dimakan dalam Islam.
Gambar 2 Buku Mapel Lain Hanya tunggal simbol agama |
Ahmad Taufik Nasution menyatakan “Ramenya masalah ini di berbagai group WhatsApp sejak 30 Agustus 2023 akan bisa melebar, keresahan orang tua terhadap akidah anaknya di sekolah akan muncul, para guru mulai minta kejelasan, agar hal ini menjadi jelas apa motif dan latar belakannya, Saya berharap DPR RI komisi VII untuk mengambil langkah menelusuri mengapa bisa terjadi sampai seperti ini, siapa yang membuat ilustrasi tersebut, dan atas arahan siapa, karena Kemdikbudistek yang mengelola dan mencetak dan memperbanyaknya maka Kemdikbudristek harus bisa memberikan keterangan”
Taufik melanjutkan, “Buku ini sudah tersebar ke sekolah-sekolah negeri SMA SMK, dan ini menimbulkan pandangan-pandangan yang tentu akan tidak baik dan tidak adil, sedangkan buku agama lain tidak memuat ilustrasi seperti itu, hal ini akan membuat publik bertanya mengapa yang semestinya moderasi itu menerapkan nilai moderasi seperti prioritas, adil, menghargai, mengapa justru dijadikan alat mencampur adukkan simbol-simbol agama lain dalam mata pelajaran PAI, ini tidak proporsional dan tidak pada tempatnya, semestinya itu ditempatkan pada mata pelajaran PPKN. Fenomena ini memperkuat ada ‘kekuatan besar’ diluar eksekutif untuk melakukan misi-misi yang berupaya ke arah untuk bisa menganggap semua agama sama dan arahnya bisa mejadi melemahkan akidah peserta didik, ini sangat membahayakan keyakinan anak-anak PAI.
Taufik yang juga Penulis, Praktisi dan Dosen tegas menguraikan, “Saya mencium aroma kekuata luar ada sejak upaya-upaya mau membubarkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), sudah sudah mencium aroma politik tersebut. Masalah fenomena “mensikretisme melalui konten dan buku selalu gagal dan sekarang masuk melalui simbol. Usaha melalui simbol saya amati ada sejak 2019, upaya memasukkan ilustrasi dan gambar-gambar yang tidak sesuai dengan etika dan prinsip Islam. Ini pastilah gerakan-gerakan dari luar dan biaya yang tidak kecil melalui kanal-kanal bantuan, namun ketika itu masih bisa diminimalisir. Sejak diambil alih pengelolaan buku oleh Kemdikbud tidak ada pihak kompeten yang bisa kuat mengawasi ini sehingga terjadi kasus ilustrasi seperti ini, agar tidak lebih repot lagi segera buku ini ditarik, jangan sampai moderasi beragama yang bagus secara konsep menjadi SINKRETISME, upaya menggabungkan agama-gama untuk menyatukan atau mencampur adukkan dan ini tentu bertolak belakan dengan prinsip Mata Pelajaran Agama Islam.
Taufik menegaskan, “Moderasi beragama itu bukan mencampurkan simbol agama-agama, moderasi beragama bukan berarti bisa masuk ke dalam keyakinan-keyakinan agama lain, moderasi beragama adalah bagaimana menafsirkan agama dan mengamalkan agama dengan nilai-nilai adil, proporsional, prioritas, menghargai, menghormati, memberi kebebasan pada keyakinannya, moderasi beragama adalah upaya untuk meminimalisir penafsiran yang bisa menggerakkan mengacaukan negara dan mengacaukan agama, intinya moderasi agama bagaiman kita bisa rukun damai dan jangan “lompat pagar” apalagi “salah masuk kamar”, untuk itu perlu BSNP dibentuk Kembali sehingga ada pengawasan dari luar terhadap kebijakan pendidikan.