Amiruddin Siregar : Menjaga Mata Air Perkaderan |
ABDI SUARA NEWS || SUMUT - Perkaderan adalah hal yang paling urgent di HMI yang mana perkaderan menjadi jantung dalam tubuh sebuah organisasi Islam yang berusaha menciptakan masyarakat madani, yaitu HMI. Perkaderan sendiri menjadi ujung tombak juang HMI dalam melaksanakan misi ataupun tujuannya sendiri, sebagai bentuk pembinaan menciptakan kader-kader yang intelektual yang mana nantinya diharapkan memiliki jiwa Mission HMI dalam upaya melaksanakan tugasnya sebagai kader HMI itu sendiri, tugas di Komisariat, Cabang, Badko, ataupun Pengurus Besar (PB) HMI, bayangkan apabila HMI tanpa sistem perkaderan maka akan sulit dalam pembinaan anggota yang mana perkaderan itu sendiri telah disusun sedemikian sistematis sehingga efektif sebagai pembekalan kader itu sendiri yang memiliki jenjang-jenjang training, LK1 (Basic Training), LK2 (Intermediate Training), LK3 (Advance Training), ataupun training lainnya seperti LKK (Latihan Khusus Kohati) dan SC (Senior Course).
Jika kita kembali lagi ke sejarah perkaderan HMI yang awalnya hal itu baru mulai terpikirkan oleh para kader HMI (PB HMI) ketika masa kepengurusan Ismail Hasan Metareum (periode 1957-1960), dan masih berupa wacana-wacana yang digulirkan oleh PB HMI sendiri. Menurut Ismail Hasan bahwa diperlukan suatu sistem perkaderan sebagai peningkatan kemampuan kader HMI pada masa itu terlihat banyak kader HMI yang lulusan pesantren dan pemikir kiri, maka apabila potensi ini tidak di tingkatkan makan akan terbuang sia-sia potensi kader HMI ditambah lagi HMI harapannya sebagai kampus kedua oleh kader HMI, jadi HMI tidak sebagai tempat perkumpulan atau tempat tongkrongan anggotanya.
Maka untuk mensinergitas hal tersebut dibuatlah sistem pendidikan HMI, awalnya hanya berbentuk forum pendidikan dan pelatihan saja, belum memiliki jenjang-jenjang training seperti sekarang ini. Pada masa kepemimpinan Nurcholis Madjid (periode 1966-1971) dibuatlah jenjang-jenjang training formal seperti sekarang, jenjang training tersebut tidak hanya sekedar jenjang pendidikan HMI tetapi sebagai salah satu syarat kader untuk dapat menjadi pengurus HMI di Komisariat, Cabang, Badko, Dan PB HMI.
Untuk lebih meningkatkan taraf kualitas perkaderan serta membuat suatu format perkaderan ideal yang cocok bagi HMI, maka PB HMI mengutus beberapa anggotanya untuk melakukan pengkajian dan studi banding mengenai masalah tersebut ke beberapa organisasi di luar negeri. Duta-duta HMI itu diantaranya Aisyah Amini, Mahbub Junaedi, Mahmud Yunus, dan Munir Kimin yang berangkat ke Aloka, India. Sedangkan Noersal dan Ibrahim Madilao ke Amerika sekaligus memanfaatkan Undangan Pemerintah AS.
Selain ke luar negeri, PB HMI juga melakukan studi banding dan pengkajian secara teoritik dan empirik di dalam negeri. Hasil dari kunjungan dan kajian itu dicurahkan dalam suatu forum lokakarya yang diadakan PB HMI di Baros Sukabumi tahun 1959, khusus membicarakan format perkaderan HMI. Sejak peristiwa itulah HMI sudah mulai mempunyai suatu format baku dalam perkaderan meskipun belum sempurna. Penyempurnaan hasil lokakarya pertama ini dilakukan pada masa kepengurusan Oman Komaruddin (periode 1960-1963) dengan mengadakan forum seminar dan lokakarya perkaderan kedua di Pekalongan tahun 1962. Hasil-hasil forum tersebut kemudian disempurnakan lagi dan disahkan menjadi format perkaderan baku yang mempunyai sistem perkaderan berjenjang pada kongres HMI ke VII tahun 1963 di Jakarta. Sejak saat itulah HMI menjadi organisasi pertama di Indonesia yang mempunyai sistem perkaderan formal yang baku, lengkap dan berjenjang.
Penyempurnaan terhadap format perkaderan terus dilakukan HMI sebagai bentuk konsistensi HMI akan fungsinya, dengan harapan semakin baik format perkaderannya maka output-nya pun semakin berkualitas. Tetapi jenjang yang paling berpengaruh besar terhadap pemahaman seorang kader ataupun sebagai timbul rasa cinta kader itu sendiri yaitu terletak pada latihan kader 1 (Basic Training) sebagai latihan dasar seorang calon kader untuk lebih memahami apa itu HMI, apa pedoman HMI, apa ideologi HMI, apa kekuatan HMI, dan apa kelemahan HMI. Yang mana calon kader tersebut dapat berproses di komisariat dengan baik dan siap setia menjadi tulang punggung organisasi sebagai roda penggerak kemajuan organisasi (HMI).
[11/3 22.54] Bustamin arifin rambe: Jenjang-jenjang training HMI itu sendiri telah diatur pada konstitusi HMI Bab Perkaderan HMI, yang mana pada Bab tersebut telah dijelaskan mengenai pengertian perkaderan dan juga muatan-muatan target/tujuan tiap-tiap training itu sendiri dengan materi yang relevan untuk dibahas dalam tiap jenjang training. Pedoman tersebut menjadi acuan bagi tiap-tiap cabang HMI di Nusantara, akan tetapi beberapa cabang HMI membuat lokakarya perkaderan mereka sendiri yang mana menyesuaikan kondisi mahasiswa yang terjadi di tiap cabang itu sendiri akan tetapi tidak lari pembahasan muatan materi dari yang telah ditetapkan di Pedoman Perkaderan HMI.
Salah satunya yaitu cabang Medan yang memiliki lokakarya terbarunya tahun 2006 hasil dari pemikiran BPL cabang Medan tahun 2006 yang mengganti estimasi hari basic training yang awalnya 7 hari menjadi 3 hari melihat situasi dan kondisi beberapa mahasiswa di beberapa kampus. Akan tetapi muatan yang diberikan tidak lari dari pembahasan yang ada pada Pedoman Perkaderan HMI.
Dalam sistem perkaderan Basic Training HMI memiliki beberapa tahan dan persyaratan, mulai dari tiap calon kader telah melalui proses masa perkenalan calon anggota (Maperca) baru dapat mengikuti tahan seleksi latihan basic training itu sendiri, mulai dari seleksi input pertama yaitu tes tertulis yang diberikan kepada peserta untuk menjawab 30 soal pilihan ganda selama 7 menit, apabila lulus dari seleksi input pertama maka peserta mengikuti proses input kedua yaitu seleksi wawancara yang mana menentukan peserta untuk dapat memasuki forum basic training HMI cabang Medan.
Yang mana kita tau Basic Training (LK1) sebagai forum pendidikan kepada para calon kader agar mereka memiliki pemahaman tentang berorganisasi, berkonstitusi, berideologi di HMI sehingga mereka siap nantinya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di HMI, apabila dalam forum basic training tersebut tidak tercapai targetnya yaitu afeksi atau sikap, maka kemungkinan calon kader tersebut tidak memiliki sikap yang baik dalam berHMI, itu terbukti banyak calon kader yang telah selesai mengikuti basic training dan lulus dari forum tersebut mereka malah kehilangan semangat berHMI, ataupun tidak memahami apa itu HMI, parahnya lagi tidak ada perubahan sebelum mengikuti basic training dan setelah lulus dari basic training.
Hal tersebut pastinya juga terjadi pada perkaderan HMI Cabang Medan, banyak kader setelah keluar dari basic traning malah malas berHMI setelah tau bagaimana dinamika yang dialami peserta pada forum basic training HMI itu sendiri, beberapa peserta yang sering berorganisasi semasa SMA ataupun sederajat pasti memahami kenapa dinamika tersebut dilakukan sebagai proses pembekalan peserta untuk siap mengatasi permasalahan dinamika di kehidupan nyata nanti.
Akan tetapi beberapa peserta yang biasa dengan kemewahan, kesenangan, dan hedon akan beranggapan hal tersebut sebagai penyiksaan pada peserta itu sendiri dan hanya membuang-buang waktu mengatasi permasalahan yang tidak penting begitu dalam forum basic training. Kebanyakan peserta mengalami tekanan mental saat-saat malam dinamika basic training itu sendiri ditambah lagi kebanyakan peserta yang kelelahan karena proses dinamika yang begitu keras di HMI cabang Medan sendiri yang mana keadaan peserta tersebut membuat penurunan daya terhadap peserta untuk gampang memahami tiap-tiap materi yang diberikan oleh Instruktur ataupun pemateri sendiri.
Menurut saya proses dinamika tersebut tidak terlalu dilakukan secara berlebihan terhadap peserta sehingga berdampak buruk terhadap peserta, itu dapat dilihat banyak peserta pada hampir tiap forum basic training mengalami pingsan dan sakit, hal tersebut dapat membahayakan terhadap peserta itu sendiri, apalagi ditambah peserta harus siap dalam menerima materi yang akan diberikan, kemungkinan daya pemahaman peserta berkurang sehingga sulit dalam memahami materi basic training itu sendiri yang mana penyebabnya bisa jadi karena dehidrasi dan
Sehingga pengalaman yang membekas dari alumni-alumni forum basic training HMI cabang Medan bukanlah pada materinya, melainkan adalah dinamika yang dialaminya pada saat berproses di basic training dengan segala kelelahan dan tekanan yang diterima di forum tersebut, sehingga berdampak pada pemahaman materi yang kurang hal itu terbukti bila kita tanyakan pada adekkan kita yang baru selesai melalui basic training, mereka tidak mengerti mengenai apa itu Sejarah Perjuangan HMI, apa itu Konstitusi, apa itu Mission, apa itu Filsafat, apa itu NDP dan beberapa materi lainnya pasti mereka akan ambigu dalam menjelaskan tiap-tiap materi ataupun beberapa materi.
Yang lebih prihatin adalah kurangnya follow-up yang pasca LK1 yang dilakukan di komisariat yang berdampak pada hilangnya pemahaman kader dalam berHMI ditambah lagi kader tersebut tidak bergairah untuk membaca buku untuk mencari tau apa itu HMI. Sudah seharusnya para panitia yang menjadi pelaksana LK1 sadar akan hal tersebut yang mementingkan kualitas keintelektualan anggotanya sendiri dibandingkan nafsu untuk membalas dendam derita semasa ia menjadi peserta pada forum Basic Training.
Kesalahannya tidak dari sistem perkaderan yang awalnya 7 hari menjadi 3 hari ataupun muatan-muatan materinya karena materi yang diajarkan di HMI Cabang Medan mengacu pada Pedoman Perkaderan HMI, tetapi permasalahan tersebut terdapat pada dinamika yang kurang mendidik peserta basic training agar dapat menerima hal positif yang mana dinamika tersebut dapat ia aplikasikan di dunia nyata nantinya. Dinamika yang lebih mendidik diperlukan sekarang, terutama di HMI Cabang Medan pada basic trainingnya.
Hal tersebut dalam mengakibatkan dekadensi pada kader HMI cabang Medan sendiri bila dilihat kurangnya pemahaman kader HMI dalam memahami materi dasar HMI pada basic training HMI yang mana basic training adalah latihan dasar untuk kader HMI sebagai semangat berproses di HMI, tujuan utama dari basic training adalah afeksi, sikap baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercermin sikap yang insan cita, memiliki budi pekerti yang islami.